MAKALAH PERNIKAHAN BEDA AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang
Memandangi sisi gelap dunia, semakin terasa akan sebuah kerancuan dalam hidup. Tidak ada alasan lain yang menyebabkan hal tersebut terjadi, kecuali karena memudarnya iman umat Islam sekarang ini. Kehidupan mereka terus saja berlanjut tanpa mereka arahkan dengan ajaran Islam yang terkandung dalam wahyu Allah. Yang ada dalam pikiran mereka semua hanyalah akan hasil yang sejatinya hanya sebatas sementara akan mereka rasakan dan dapatkan. Contoh konkritnya kita ambil masalah Pernikahan. Suatu hal yang sering menjadi bagian dari kehidupan para insan selama di dunia ini. Akan tetapi, sangat disayangkan, pernikahan yang terjadi sekarang kebanyakan adalah pernikahan dalam perbedaan agama.
Kenyataannya sampai saat ini, pernikahan salah aturan ini semakin lama menjadi gejala yang semakin umum di dalam kehidupan masyarakat. Dengan semakin banyak dan semakin diterimanya pernikahan beda agama di negara yang konon katanya merupakan negara dengan jumlah penganut agama Islam terbesar di dunia dan adanya fakta bahwa terjadi pro kontra di dalam kalangan umat Islam sendiri dalam menyikapi masalah pernikahan beda agama ini. Karena hal tersebutlah, maka patutlah hal ini ditulis. Agar tak berlangsung akan kesalahan yang telah terlampau dibiarkan terjadi ini. Sebagai umat yang mengaku beragama Islam, beriman kepada Allah dan juga beriman kepada kitab suci Al Qur’an. Maka sudah selayaknya Al Qur’an yang dijadikan sebagai referensi utama. Sebelum bertindak yang hanya berkaca pada suatu kebiasaan belaka. Demi keselamatan umat islam selanjutnya.

1.2            Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa fungsi dan tujuan dari nikah?
2.      Apa yang dimaksud dengan pernikahan perbedaan agama?
3.      Bagaimana Al-Quran dan al-Hadist menyikapi pernikahan beda agama tersebut?
4.      Apa dampak negatif dari pernikahan dalam perbedaan agama?

1.3            Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Menjelaskan fungsi dan tujuan dari nikah.
2.      Menjelaskan tentang pernikahan perbedaan agama.
3.      Menjelaskan cara menyikapi perbedaan agama menurut Al-Quran dan al-Hadist.
4.      Menjelaskan dampak negatif dari pernikahan dalam perbedaan agama.





















BAB II
PERNIKAHAN BEDA AGAMA

2.1      Definisi Nikah
Arti Nikah Menurut bahasa: berkumpul atau menindas. Adapun menurut istilah Ahli Ushul, Nikah menurut arti aslinya ialah aqad, yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara lelaki dan perempuan, sedangkan menurut arti majasi ialah setubuh. Demikian menurut Ahli Ushul golongan Syafi’iyah. Adapun menurut Ulama Fiqih, Nikah ialah aqad yang di atur oleh Islam untuk memberikan kepada lelaki hak memiliki penggunaan terhadap faraj (kemaluan) dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan utama.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

2.2      Hukum dan Pelaksanaan Nikah
Hukum nikah menurut asalnya (taklifiyah) adalah mubah. Yakni tidak mendapat pahala bagi orang yang mengerjakan dan tidak mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan. Nikah menurut majasi (wadl’iyah) ada empat kemungkinan:
a.       kemungkinan bisa menjadi Sunnah bila Nikah menjadikan sebab ketengan dalam beribadah. Mendapat pahala bagi orang yang mengerjakan dan tidak mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan,
b.      kemungkinan bisa menjadi wajib bila Nikah menghindarkan dari perbuatan zina dan dapat meningkatkan amal ibadah wajib. Mendapat pahala bagi orang yang mengerjakan dan mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan,
c.       kemungkinan bisa menjadi haram bila nikah yakin akan menimbulkan kerusakan. Mendapat ancaman siksa bagi orang yang mengerjakan dan dan mendapat pahala bagi orang yang meninggalkan, dan
d.      kemungkinan bisa menjadi makruh karena berlainan kufu. Mendapat pahala bagi orang yang meninggalkan dan tidak mendapat ancaman bagi orang yang mengerjakan.
Menurut hukum Islam, praktik Nikah ada tiga perkara:
a.       Nikah yang sah ialah: pelaksanaan akad nikah secara benar menurut tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan, dan mengetahui ilmunya. Nikah seperti ini mendapat pahala dari Allah SWT.
b.      Nikah yang sah tetapi haram ialah: Pelaksanaan akad nikah secara benar sesuai tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan tetapi tidak mengetahui ilmunya. Praktik nikah seperti ini jelas berdosa.
c.       Nikah yang tidak sah dan haram ialah: Pelaksanaan akad nikah yang tidak sesuai tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan, karena tidak mengetahui ilmunya dan praktiknya juga salah. Selain tidak benar praktik nikah seperti ini mengakibatkan berdosa.

2.3    Dasar Pernikahan menurut Agama Islam dan Tujuan Pernikahan
      Dasar Hukum Agama Pernikahan/Perkawinan (Q.S. 24-An Nuur : 32) "Dan kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan mereka yang berpekerti baik. Termasuk hamba-hamba sahayamu yang perempuan."
      Tujuan Pernikahan / Perkawinan (Q.S. 30-An Ruum : 21) "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." Tujuan pernikahan dalam agama Islam adalah sebagai berikut:
a.       Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi. Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.
b.      Untuk membentengi ahlak yang luhur. Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan.
c.       Untuk menegakkan rumah tangga yang islami. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian). Jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah SWT.
d.      Memilih yang shalih dan shalihah Lelaki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
e.       Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain. Sampai-sampai bersetubuh (berhubungan suami-istri) pun termasuk ibadah (sedekah).
f.       Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah. Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam.

2.4    Nikah Berbeda Agama Ditinjau Dari Hukum
      Agama Islam Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis/suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan–perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan non-Muslim yang selanjutnya biasa disebut sebagai “pernikahan beda agama’’.
      Pernikahan merupakan bagian dari kemanusiaan seseorang, seorang muslim yang hidup di negara yang majemuk seperti ini hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan dan pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan. Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap masyarakat yang majemuk. Keadaan masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan pergaulan di masyarakat semakin luas dan beragam, hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau, seorang muslimin dan muslimat sekarang ini lebih berani untuk memilih pendamping hidup non-muslim.
      Hal ini tentu saja dianggap oleh masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam sebagai penyalahan atau pergeseran nilai-nilai Islam yang ada. Tak jarang hal ini sering menimbulkan gejolak dan reaksi keras di kalangan masyarakat kita. Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama.
      Masalah berbeda keyakinan seperti contoj kasus laki-laki non muslin dan perempuan muslimah. Pada kasus ini, pihak ulama sepakat untuk mengharamkan pernikahan yang terjadi pada keadaan seperti itu, seorang wanita muslim haram hukumnya dan pernikahannya tidak sah bila menikah dengan laki-laki non-muslim. Singkat cerita, misalnya “Si Fulani (dia perempuan) adalah seorang muslimah , dia mencintai seorang laki-laki non muslim, kemudian dia menikah dan mengikuti agama suaminya. Bagaimana menurut cara menyikapi hal tersebut?” maka jawabannya sudah tertera pada Al-Quran yang menjelaskan. “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Surat Al-Baqarah Ayat 221). Dengan penjelasan tersebut, bahwa Allah SWT melarang hubungan nikah antara umat muslim dan non muslim.

2.5    Dampak Negatif Pernikahan Antar-umat Berbeda Agama
      Menikah merupakan sebuah kebutuhan pokok setiap mahluk yang bernyawa (hidup). Bukan hanya manusia, jin, iblis, dan syetan juga perlu melestarikan keturunan dengan cara menikah. Hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dikenal mahluk tak ber-akal, ternyata juga perlu menikah. Esensi dari sebuah penikahan itu, sebenarnya bukan hanya sekedar melampiaskan kebutuhan biologis belaka, tetapi melestarikan keturunan.
      Dalam ajaran Islam, Nabi Saw sebagai panutan memberikan penjelasan panjang lebar seputar tujuan serta manfaat pernikahan. Bahkan, Nabi Saw juga memberikan teladan bagaimana cara memilih kriteria pasangan sejati, agar supaya bahtera rumah tangga benar-benar sesuai dengan manfaat dan tujuan menikah.Terkait dengan tujuan pernikahan, hendaknya memilih kriteria calon pasangan yang sesuai dengan ajaran agama dan keyakinan. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi setiap orang yang ber-imam supaya memilih pasangan yang se-iman. Wajar, jika al-Qur’an dan hadis, banyak memberikan penjelasan seputar wanita atau lekaki yang akan menjadi pasangan hidup. Allah Swt menegaskan bahwa ke-imanan (tauhid), merupakan syarat mutlaq untuk menjadi pasangan hidup seseorang. Sebab, pernikahan itu sebenarnya tidak hanya berlangsung di alam fana’, tetapi hingga sampai pada kehidupan abadi (surga). QS Yasin (36:56) yang artinya:” Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan”. Namun, jika pasangan itu tidak se-iman, maka pasangan itu cukup semasa hidup di dunia. Terkait dengan memilih pasangan, Nabi Saw mewanti-wanti kepada pengikutnya agar jangan sampai salah pilih. Karena dampakanya kurang baik di dalam membangun generasi unggulan, dan akan berbuntut dikemudian hari. Nabi Allah Swt melarang menikahi wanita (pasangan) berbeda agama dan keyakinan. Sebagian ulama’, sepakat bahwa menikah beda agama itu hukumnya haram, walaupun ada juga yang berpendapat bahwa menikah dengan beda agama itu sekedar boleh. Dengan catatan, wanita yang akan dinikahi itu termasuk bukan wanita yang menyekutukan tuhan (syirik). Akan tetapi, lebih amannya ialah menikah dengan sesama agama dan keyakinan. QS al-Baqarah (2:221), Allah Swt menjelaskan:” Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. Asbabun al-Nuzul ayat ini turun pada seorang sahabat yang beranama Abi Marsad al-Ganawi. Ia datang kepada Nabi agar supaya di zinikan menikah dengan seorang wanita yang sangat cantik dan menarik, akan tetapi wanita itu seorang yang menyekutukan Allah SWT. Lantas ia bertanya” Wahai Rosulullah, sesungguhnya wanita sangat cantik dan memikat hatiku” Kemudian, turunlah ayat ini sebagai bukti larangan menikahi wanita musrik. Ayat ini mengisaratkan betapa pentingnya pernikahan atas dasar keyakinan dan agama. Bukan berarti, kecantikan atau ketampanan tidak penting, akan tetapi, jika kecantikan itu jutru membawa petaka dan pidana. Maka, apa artinya sebuah pernikahan.
      Oleh karena itu, Nabi Saw menjelaskan secara terperinci, menikah itu hendaknya juga memperhatikan (penampilan (cantik/ ganteng), materi (cukup), nasab (keturunan) dan moral (agama). Pernikahan yang tidak seiman, justru menyisakan duka lara. Walaupun ada orang yang menikah beda agama dan keyakinan tidak masalah, tetapi realitasnya banyak yang menikah berahir dengan perpisahan, serta masalah. Bahkan sampai memperebutkan hak asuh anak-anak agar mengikuti agama salah satu dari orangtuanya.
      Secara tegas, Islam melarang pemeluknya menikah dengan orang yang menyekutukan Allah SWT, seperti menyembah berhala (batu, kayu, patung), kecuali mereka beragama samawi (langit), seperti Nasrani, Yahudi,. Sangatlah jelas larangan tentang pernikahan antar orang yang berlainan agama. Maka, jika kita gunakan akal sehat kita, sangatlah tidak rasional jika kita masih akan berbelok dari arahan Allah juga nabi Muhammad dalam al-kitab dan as-sunnahnya. Karena pada hakikatnya, petunjuk itu, tiada lain hanyalah bertujuan untuk keselamatan umat di dunia sampai di akhirat nanti.
















BAB III
PENUTUP

                  3.1      KESIMPULAN
     Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
      Misal dalam sebuah kasus yang berbeda, “Si Fulani (dia perempuan) adalah seorang muslimah, dia mencintai seorang laki-laki non muslim, kemudian dia menikah dan mengikuti agama suaminya. Bagaimana menurut anda cara menyikapi hal tersebut?” , maka jawabannya adalah “menurut kami hal tersebut salah karena seharusnya manusia harus lebih cinta dengan Allah Swt. dibanding dengan ciptaanya, dan berikut beberapa penjelasan mengenai pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non muslim yang ada di al-Quran. Menurut hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Dalil yg digunakan untuk larangan menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam adalah Surat Al Baqarah(2):221. Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non muslim itu diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria musrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang mungkin bertentangan dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan.”
      Dengan penjelasan di atas, bahwa Allah SWT melarang hubungan nikah antara umat muslim dan non muslim guna keselamatan umat itu sendiri. Baik keselamatan dunia dan akhirat. Serta untuk keselamatan keturunannya dan keselamatan akan agama islam. Karena dengan benar-benar menjaga hubungan sesama muslimlah yang akan menjadikan kita selamat.

                  3.2      SARAN

      Setelahkita mengetahui akan hukum islam dalam menyikapi masalah pernikahan seorang umat yang berbeda agama. Maka, selayaknya kita harus benar-benar menjaga diri kita dan bahkan tidak boleh kita melakukan hal yang memang kita tahu bahwa hal itu sebuah larangan dari Allah SWT. Karena sejatinya, untuk menjaga diri kita kita harus menjaga aturan agama kita. Seiring dengan itulah, keselamatan dunia akhirat akan kita dapatkan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar